Rabu, 18 Maret 2015

LAPORAN SEMESTER TEKNOLOGI HASIL TERNAK (THT)

I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang  Telur merupakan salah satu hasil ternak yang dihasilkan oleh unggas. Telur memiliki  struktur fisik bagian luar berupa kerabang dan selaput kerabang. Struktur ini berperan melindungi telur dari tekanan fisik dari luar, sebagai pelindung bagi penetrasi mikroorganisme dari luar dan penghalang bagi penguapan karbondioksida dan air dari dalam. Telur dapat diawetkan dengan cara penggaraman. Pengawetan dengan penggaraman terdiri dari penggaraman kering dan penggaraman basah. Pengawetan dengan penggaraman kering yaitu cara mengawetkan telur untuk diasinkan dengan melakukan pembalutan pada telur tersebut. Telur dibalut dengan serbuk batu bata, abu gosok dan garam halus yang dicampur sedangkan pengawetan dengan penggaraman basah yaitu mengasinkan telur dengan cara merendam telur dalam larutan garam yang ditambah air kapur,  Kedua cara penggaraman ini jelas berbeda kualitasnya.Daging merupakan salah satu produk ternak yang menjadi penyuplai protein hewani terbesar bagi masyarakat Indonesia. Daging sapi, kerbau, domba, kambing, dan ayam adalah beberapa jenis daging yang lazim dikonsumsi dan diolah menjadi aneka makanan oleh masyarakat Indonesia. Indonesia yang kaya akan kebudayaan menyebabkan jenis olahan dari daging tersebut berbeda antara satu daaerah dengan daerah lainnya.Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan penyumbang protein yang banyak dikonsumsi masyarakat. Dari total produksi daging nasional sebesar 2,07 juta ton, maka total konsumsi daging unggas mencapai 65,5% (daging sapi 20,7%, lain-lain 13,8%). Tingkat konsumsi ini diproyeksikan akan semakin bertambah dengan meningkatnya penduduk, meningkatnya daya beli serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut dengan kuantitas dan kualitas yang baik, diperlukan penanganan daging ayam secara baik.Penanganan daging ayam sangat perlu dilakukan sedini mungkin setelah ayam dipotong karena mempengaruhi kualitas daging ayam itu sendiri, terutama pada pengolahannya. Tujuan dari penanganan daging adalah untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas daging sehingga dapat memperpendek masa simpan, perubahan fisik (warna dan bau), perubahan cita rasa, yang kemudian dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi konsumen yang mengkonsumsinya.Daging yang beredar di pasar setiap harinya tentunya memiliki kualitas yang sangat bervariatif. Beragamnya kondisi ternak, cara pemeliharaan dan umur potong dari ternak tersebut menyebabkan kualitas dari daging yang dihasilkan menjadi beragam.
Beberapa hal yang menjadi indikator kualitas daging diantaranya daya mengikat air, tingkat keempukan, besarnya susut masak dan pH dari daging tersebut. Hal-hal tersebut menjadi indikator akan kualitas daging yang dikonsumsi.Bahan pengawet adalah bahan kimia yang berfungsi dapat membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk, baik bakteri, kapang maupun khamir dengan cara menghambat, mencegah, memberhentikan proses pembusukan atau kerusakan komponen lain dari bahan pangan. Curing merupakan suatu sistem pengawetan terpadu yang mengandalkan kekuatan garam sebagai pengawet dengan bantuan kontrol mikroba secara selektif. Pengawetan dengan fermentasi menggunakan bakteri starter Lactobacillus casei atau menggunakan yakult ditambah dengan susu bubuk.Bahan pengawet adalah bahan kimia yang berfungsi dapat mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk, baik bakteri, kapang, maupun Khamir, dengan cara mengahmbat, mencegah, memberhentikan proses pembusukan atau kerusakan komponen lain dari bahan pangan.Curing merupakan suatu sistem pengawetan ternak yang mengandalkan kekuatan garam sebagai pengawet dengan bantuan kontrol mikroba atau fermentasi secara selektif. Kontrol mikroba dapat dilakukan antara lain dengan penambahan bahan kimia seperti nitrat, asam, dan sebagainya.
Istilah curing digunakan jika sistem tersebut diterapkan terhadap daging dan sejenisnya, sedangkan istilah pikel digunakan jika sistem pengawetan diatas diterapkan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran.Upaya yang dapat di lakukan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas bahan pangan dapat di lakukan dengan penyimpanan pada suhu rendah, pembekuan cepat di lakukan dalam waktu kurang dari 30 menit dan suhu mencapai -240C – (-400) yang akan terbentuk kristal, sedangkan pada pembekuan lambat akan terbentuk kristal es besar dan kasar.
Dripp merupakan banyaknya air yang keluar dari daging selama penyimpanan dan tidak dapat di ikat/di serap kembali oleh sel-sel jaringan. Semakin besar kristal es yang terbentuk maka semakin banyak air yang tidak mampu di ikat kembali  sel jaringan, dripp banyak mengandung zat makanan terutama zat yang larut dalam air seperti isoleusin, leusin, lysin, methionin, triptophan dan vitamin seperti niasin, riboflavin, thiamin, primidin, asam pantotenat dan asam folat.
 1.2 Tujuan dan Manfaat            Dalam praktikum Teknologi Hasil Ternak (THT) ini pada umumnya bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman tentang dasar-dasar teknologi pengelolaan hasil dan produk ternak meliputi cara pengawetan dengan penggaraman, pengawetan dengan pengemasan, pengawetan dengan Bahan Kimia, pengawetan dengan fermentasi, pengawetan dengan pembekuan dan pengawetan dengan peneringan serta penentuan kadar Air.Sedangkan manfaat dari praktikum Teknologi Hasil Ternak ini adalah mahasiswa dibekali dengan pengalaman dan keterampilan yang praktis tepat guna, efisien dan aplikatif sehingga pada akhirnya mahasiswa dapat mempraktekan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.   II. TINJAUAN PUSTAKATelur adalah sumber protein bermutu tinggi, kaya akan vitamin dan mineral, protein telur termasuk sempurna karena menggandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah cukup seimbang. Asam amino esensial sanagat dibutuhkan oleh manusia, karena tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh sehingga harus dipenuhi dari makanan yang dimakan (Antonius,2001). .Kerabang telur berfungsi melindungi telur dari tekanan fisik dari luar, penetrasi mikroorganisme dari luar yang menyebabkan kerusakan dan penghalang penguapan CO2 dan H2O. (Pilliang,1995)Haryoto (1996) menyatakan bahwa kerusakan isi telur disebabkan adanya C02 yang terkandung didalamnya sudah banyak keluar, sehingga derajat keasaman meningkat penguapan yang terjadi juga menyebabkan bobot telur menyusut dan putih telur menjadi encer, masukknya mikroba kedalam telur melalui pori-pori telur juga akan merusak isi telurDesrosier, WN. (1988). Telur asin adalah salah satu produk olahan yang prinsip proses pembuatannya adalah penggaraman.Diantara putih telur dan kuning telur dibatasi oleh suatu lapisan yang tipis yang disebut kalaza kuning telur tersimpan di bagian pusat telur, berbentuk hampir seperti bola (Gaman, MP, 1992).         komposisi daging yang mendapat proses curing sangat berbeda dari daging segar (Pilliang,1995). Menurut Lawrie, AR, (1995). Selain daripada kadar garam dari brine dan struktur mikroskopis dari urat-urat daging, ada berbagai faktor lain yang mempengaruhi penetrasi garam selama proses curing  Penambahan nitrit menghindari ketergantungan pada mikroorganisme untuk membentuknya dari nitrit, tetapi kadarnya harus tidak di atas 0,05%. Dalam hal ini dapat disebutkan bahwa bila semua nitrat ditambahkan selama curing secara tradisional diubah menjadi nitrit, maka kadar nitrit akan meningkat menjadi 0,25%. ( Desrosier, WN, 1998).Petrucci (1993) mengatakan bahwa bahan kimia nitrit dan nitrat merupakan bahan kimia yang dapat digunakan dalam pengawetan bahan pangan daging maupun bahan pangan lainnya.Syarif (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya prinsip dari pengawetan bahan pangan dengan bahan kimia yaitu mencegah pertumbuhan mikroba, menghentikan proses-proses pembusukan oleh mikroba pada bahan pangan. Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Pengawetan makanan harus memperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan. Memurut Hadiwiyoto, ( 1983). Protein yangs ering digunakan dalam fermentasi bahan pangan terutama susu antara lain Lactobacillus casie, merupakan bakteri baik yang dapat menekan patogen dalam saluran pencernaan. protein yang sering digunakan dalam fermentasi bahan pangan terutama susu antara lain lactobacillus, yang digunakan dalam pembuatan yakult. Dipilihnya laktobacillus ini dikarenakan bakteri tersebut bakteri yang baik karena dapat menekan bakteri patogen dalam saluran pencernaan.(Yuanita,2001) Lawrie, AR. (1995). pH akhir yang tinggi mengubah sifat-sifat penyerapan mioglobin, permukaan daging menjadi lebih merah gelap. Metmioglobin adalah pigmen-pigmen yang tidak disukai dan paling sering terjadi terjadi di permukaan daging, warna kulitnya akan terlihat bisa lebih kurang 60% mioglobin sudah dalam bentuk metmioglobin. Desrosier, WN. (1988).  Perubahan cita rasa, warna, kehilangan zat gizi dan kehilangan tekstur relatif lebih cepat terjadi diatas suhu 15°F (dibandingkan dengan suhu 0°F/lebih rendah). Makin rendah suhunya makin lambat laju kehilangan asam askorbat, lebih lanjut dengan adanya fluktuasi suhu maka beberapa produk lebih cepat menjadi rusak
temperatur suhu kamar dan suhu refrigerator juga berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena banyakya kadar air yang terkandung didalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonymous (1996), ytang menyatakan bahwa suatu bahan pangan yang banyak mengandung air yang banyak ataupun sedikit akan mengalami perbedaan berat bahan tersebut.Antara daging yang disimpan disuhu kamar dan suhu refrigerator juga bebeda dimana pada suhu refrigerator berat drippnya lebih banyak dari pada disuhu kamar. Hal ini terjadi karena dalam suhu kamar bahan akan kering karena adanya penguapan, sedangkan pada suhu refrigerator akan terjadi pembekuan yang dapat menampung air. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (1997), yang menyatakan bahwa pada ruangna terbuka bahan akan mengalami perubahan yang berupa adanya penguaoan yang dapat menyebabkan kekeringn pada bahan tersebutMenurut Soewodo (1983) menyatakan bahwa pengeringan adalah suatu cara atau proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energy panas, biasanya kandungan air bahan dikuranngi sampai batas dimana mikroba tidak tidak dapat tumbuh lagi didalamnya.         Terdapat dua metode pengeringan, yaitu dengan metode sun drying dan metode artificial drying. Sun drying, yaitu suatu proses pengeringan dengan menggunakan panas matahari. Sedangkan artificial drying, yaitu suatu proses pengeringan dengan menggunakan panas yang berasal dari suatu mesin pengering. Keuntungan suhu dan waktu pengeringan dapat diatur serta kebersihan pangan lebih terjamin (Winarno , 1987).              Bahan makanan yang di keringkan mempunyai daya simpan yang lebih lama, karena air yang di dalam suatu bahan makanan dapat menjadi media pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan jika kandungan air rendah maka aktifitas Mo akan terhambat,   pertumbuhan dan perkembangannya akan terhenti  sehingga Mo tersebut tidak dapat merusak bahan makanan yang sudah di keringkan (Refandi, 2003)Menurut Suetarno (1992) menyatakan bahwa pengeringan dengan pemanas buatan mempunyai beberapa tipe alat dimana pindah panas berlansung secara konduksi atau konversi, mesakipun ada beberapa yang dapat dilakukan dengan cara radiasi. Alat pengering dengan menggunkan pindah panas secara konversi pada umumnya menggunkan udara panas yang dialirkan, sehingga energy panas merata keseluruh bahan. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampel batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukkan terhambat (Robert, 1982)Menurut Handiwiyoto, Soeswodo (1983) menyatkan bahwa pengeringa dengan menggunakan sinar matahari sebaiknay dilakukan ditempat yang udaranya kering dan suhu nya lebih dari 100oF. Pengeringan dengan metode ini memerlukan waktu 3-4 hari. Pengeringan dengan menggunakan oven dapat dilakukan dengan mengatur panas, kelembaban dan kadar air. Waktu yang diperlukan 5-12 jam agar bahan menjadi kering, temperature oven diatas 1400F.Lawrie, AR. (1995). Memperpanjang waktu penyimpanan atau disimpan dalam jangka waktu pendek/sebentar pada suhu tinggi, akan menyebabkan permukaan daging mengering dengan demikian meningkatkan konsentrasi garam dan pembentukan metmioglobin.
            Lawrie(1995), yang menyatakan bahwa pengeringan suatu bahan makanan dengan suhu yang tinggi dan waktu pengeringan yang lama dapat menutunkan aktifitas air (AW).                                                                                  
      III. MATERI DAN METODA3.1. Waktu dan TempatPraktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak ini dilaksanakan setiap hari senin tepatnya pukul 12.00- 14.00 WIB yang dimulai dari Tanggal 18 April 2014- 9 mei 2014 bertempat digedung C Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi. 3.2. MateriPengawet alami pada telurAdapun alat-alat dan bahan yang digunakan yaitu : Telut ayam ras 4 butir, piring 4 buah,  minyak goring, penggorengan, panci dan kompor Pngawetan dengan penggaramanAlat dan baha yang digunakan adalah , telur itik 5 butir, garam halus, kapur sirih, air matang yang telah didinginkan, amplas, sabut, stoples atau ember kecil, serbuk bbatu bata, abu gosok. Curing (pengawetan dengan bahan kimia)            Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum curing adalah daging sapi, garam, gula, air, sodium nitrat, pisau, timbangan, dan stoples Pengawetan dengan fermentasi            Alat dan baha yang digunaka dalam praktikum ini adalah, susu segar, bakteri stater Lactobacillus casei atau yakult, susu bubuk 2 sendok, gula atau sirup, panic email, kompor, alat pengaduk
 Pengawetan dengan pengemasan            Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum pengawetan dan pengemasan  adalah daging, kemasan plastic poli etilen, pisau, refrigerator, sealer (perekat plastic), susu pasteurisasi, gelas atau botol, panci, kompor Pengawetan dengan pembekuan            Alat dan bahan yang digunakan adalah daging ayam, freezer, thermometer, telenan, plastic, timbangan ohaous.
 Pengawetan dengan pengeringan             Alat dan bahan yang digunakan adlah daging ayam 300 gram, bawaang pputih 6 gram, ketumbar 9 gram, gula merah 90 gram, garam 9 gram, asam jawa 3 gram, food processor, baskom, plastic, daun pisang, dan oven.
 3.3. MetodaPengawetan Alami Pada TelurSiapakan 3 buttir telur dan bersihkan dari kotoran yang ada pada permukaan kerabang, masing-massing telur beri tanda sesuai dengan perlakuan, yaitu : T-1 : biarkan telur dalam keadaan mentah an utuh, T-2 : pecahkan telur dan letakan dalam piring, T-3 : rebus elur sampai masak (10 menit), kemudian kupas dan letakan dalam piring, amati semua perlakuan tersebut sehari 2 kali selam 5 hari. Pengawetan Dengan Penggaraman
Pembuatan Telur Asin Dengan Media cair (Cara Basah)
Cuci telur dan gosok dengan sabut, kemudian dilap dengan kain kering, amplas kerabang telur agar lebih mudah dan lap dengan kain, rendam dalam larutan garam (air : garam = 3: 1) yang ditmbah sedikit air kapur selama 8 – 10 hari dalam wadah stoples, kemudian rebus hingga masak.Pembuatan Telur Asin Dengan Media Pembalutan (Cara Kering)Bersihakan telur yang akan diasinkan, buat larutan the (air : the =1 liter p; 60 gram the), buat campuran antara garam halus, serbuk batu bata dan abu gososk dengan perbandingan 4 : 3 : 3, buat campuran tersebut menjadi adonan pasta dengan menambah larutan teh, lapisi/bungkus telur dengan adonan dan simpan 8 – 10 hari, kemudian rebus hingga masak, bandingkan hasilnya (bau, warna, tekstur dan rasa) dengan cara bash dan bahas. Curing (Pengawetan Dengan Bahan Kimia)Siapkan 2 potong daging dengan bobot masing-masing 100 gram, buat larutan yang terdiri atas 7.26 gram garam, 2.70gram gula, 0.23 gram sodium nitrat dan 45.5 ml air, lalu buat larutan lain tanpa sodium nitrat, selanjutnya masing-masing larutan dimasukkan daging, simpan didalam refrigrator selama 7 hari, kemudian amati perubahan yang terjadi. Pengawetan Dengan FermentasiSiapkan 1 liter susu lalu panaskan(pasteurisasi) sampai mendidih, tambahkan susu bubuk sebanyak 5 % dari berat susu, sedikit demi sedikit sambil terus diaduk, kemmudian dinginkan sampai suhu 45 C (agak hangat) selanjutnya susu tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) bagian : a. Susu YK-1 ditambahkan starter (yakult) 2 sendok teh, b. Susu YK-2 ditambahkan starter(yakult) 3 sendok the, c. Susu Yk-3 ditambahkan starter (yakult) 4 sendok teh, susu yang telah dicampur dengan yakult, kemudian dimasukkan kedalam botol kecil yang tertutup rapat, biarkan pada suhu kamar (25-270C) selama 12-14 jam, kemudian amati perubahan selam proses fermentasi dan lakukan uji organoleptik. Cara Kerja Pengawetan Dengan PengemasanPengemasan dengan PendinginanSipakan 2 potong daging dengan ukuran masing-masing 5×10 cm, simpan daging dalam refrigerator pada suhu rendah (1-100C) dengan ketentuan : Daging 1 : Masukkan daging kedalam kantong plastic Poli Etilen dan rekatkan, Daging 2 : Biarkan daging dlam keadaan terbuka dalam refrigerator, amati perubahan ynag terjadi pada permukaan daging setiap hari selama 5 hari, setelah hari ke 5, keluarkan daging tersebut dari refrigerator selanjutnya ukur dan analisa kadar air masing-masing daging tersebut.Pengemasan Produk TernakSiapkan susu segar sebanyak 0.5 liter, pasteurisasi susu tersebut pada suhu 720C selama 15 detik, masukkan susu tersebut kedalam 4 botol masing-massing berisi 125 ml, masing-masing 2 botol disimpan disuhu kamar dan suhu rendah (refrigerator), pada masing-masing kondisi penyimpanan susu dalam botol dibiarkan terbuka dan yang lain tertutup rapat, amati perubahan yang terjad pada masing-massing susu tersebut setiap 8 jam selama 2 hari. Cara Kerja Pengawetan Dengan PembekuanSiapkan karkas ayam dan belah menjadi 2 bagian , yaitu karkas kiri dan kanan, masing-masing pisahkan berdasarkan irisan karkas yang meliputi: irisan punggung, sayap dada, paha atas dan paha bawah, lalu timbang masing-masing irisan karkas dan selanjutny masukkan dalam kemasan plastik dan setelah diberi tanda lalu masukkan semua kemasan karkas kedalam frezzer selama 48 jam, setelah itu cairkan (thawing) kemasan karkas dengan ketentuan: irisan karkas bagian kiri di thawing pada suhu kamar sampai irisan karkas lunak dan karkas bagian kanan di thawing pada refrigrator selam 2 jam dan selanjutnya thawing pada suhu kamar sampai irisan lunak, selanjutnya keluarkan irisan karkas dari kemasan plastik dan timbang lalu hitung driip dari masing-masing irisan karkas dengan rumus :Selisih berat sampel% dripp = -------------------------- x 100 %
Berat awal sampel Pengawetan Dengan Pengeringan          Daging dicacah, selanjutnya dihaluskan dengan food processor, haluskan semua bumbu (bawang putih, ketumbar, gula merah, garam, asam jawa) kemudian dicampur dengan daging ayam dalam food Processor, buat lapisan tipis (sekitar 3-5 mm) adonan yang sudah siap letakkan diatas daun pisang, kemudian keringkan dalan oven dengan 2 perlakuan yakni: dendeng 1 dikeringkan dalam oven selama 36 jam pada suhu 600C dan dendeng 2 dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 400 C.Adapun cara kerja penghitungan kadar air dendeng sebagai berikut : Panaskan botol timbang dalam oven pada suhu 1050C selama ½ jam, kemudian masukkan ke dalam desikator, tutup rapat desikator dan selanjutnya timbang dan catat berat botol (W), masukkan sampel seperlunya kedalam botol timbang, kemudian catat botol serta sampel (W1), masukkan dan panaskan botol timbang dalam oven pada suhu 1050C selam 24 jam, kemudaian angkat dan dinginkan dalam eksikator dan selanjutnya timbang (W2) dan kadar air dendeng dapat dihitung dengan runus:
100(W1-W2)Kadar air bahan = ------------------
(W2 - W)Penentuan kadar air dengan infrared digital mouisture balance            Cara kerjanya pertama nyalakan alat dengan menekan tombol on, lalau atur temperattur pemanasan dan waktu pemanasan. Setealh itu alas alumunium foil ke dalam alat. Setelah itu masukkan sampel diatas alumunium foil sekitar 2 gram, lalut eakn tombol start . lampu alat akan menyala dan akan berhenti secara otomatis setelah selesai proses pemanasan. Baca kadar air di monitor.           IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Pengawetan Alami Pada Telur                  
Gambar 1. Pengawetan alami pada telur Telur merupakan salah satu hasil ternak yang dihasilkan oleh ternak unggas, kualitas telur ditentukan oleh 2 faktor, yaitu kulitas luarnya berupa kulit cangkang dan isi telur. Kualitas luar ini bisa berupa bentuk, warna, keutuhan dan kebersihan kulit cangkang. Sedangkan yang berkaitan dengan isi telur meliputi kekentalan putih telur, warna dan posisi telur, serta ada tidaknya noda-noda pada putih telur, dan kuning telur.Telur yang segar baik ditandai oleh bentuk kulitnya yang bagus, cukup tebal, tidak cacat (retak), warnanya bersih, rongga udara dalam telur kecil, posisi kuning telur ditengah-tengah, dan tidak terdapat bercak atau noda darah.Menurut Antonius (2001) menyatakan bahwa telur adalah sumber protein bermutu tinggi, kaya akan vitamin dan mineral, protein telur termasuk sempurna karena menggandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah cukup seimbang. Asam amino esensial sangat dibutuhkan oleh manusia, karena tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh sehingga harus dipenuhi dari makanan yang dimakan.
    Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengawetan Alami Pada Telur.                                                            
Peubah
Prlkn

Pengamatan hari ke :

1
2
3
4
5
6
7
Bau
T-1
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
T-2
Normal
Busuk
Busuk
Busuk
Busuk
Busuk
Busuk
T-3
Normal
sdkit Busuk
Busuk
Busuk
Busuk
Busuk
Busuk
T-4
 -
Warna
T-1
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
T-2
Normal
Merah
Merah
Merah
Merah
Merah
Merah
T-3
Normal
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
Pucat
T-4
 -
 -
 -
 -
 -
 -
Viscositas
T-1
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
T-2
Normal
Kental
Kental
Kental
Kental
Kental
Kental
T-3
Normal
Kenyal
Kenyal
Kenyal
Kenyal
Kenyal
Kenyal
T-4
 -
 -
 -
                                                                      
Pengamatan yang dilakukan pada pengawetan alami pada telur bertujuan untuk mengetahui kamampuan pengawetan alami yang ada pada telur dan untuk mengetahui daya simpan telur pada keadaan mentah dan setelah diolah. Dan setelah proses pengamatan berlangsug ternyata kemampuan pengawetan pada telur tidak mampu bertahan lama semua hanya berlangsung selama ± 2 hari. Setelah itu telur akan mengalami perubahan baik bau, dan perubahan warna terjadi perubahan warna telur tersebut dan dibuang.Pengamatan pada T-1 ternyata telur T-1 masih bisa bertahann lama ± 2-3 minggu karena telur mempunyai kerabang yang berperan untuk melindungi telur dari tekanan fisik dari luar, pengamatan pada T-2 setelah diamati ternyata daya simpan telur T-2 tidak bisa bertahan lama karena telur mengalami penguapan karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O) dari alam, dan penagamatan pada telur T-3 juga tidak tahan akan daya simpan karena kerabang telur tidak melindungi telur sehingga telur cepat mengalami kerusakan.Menurut Haryoto (1996) menyatakan bahwa kerusakan isi telur disebabkan adanya C02 yang terkandung didalamnya sudah banyak keluar, sehingga derajat keasaman meningkat penguapan yang terjadi juga menyebabkan bobot telur menyusut dan putih telur menjadi encer, masukknya mikroba kedalam telur melalui pori-pori telur juga akan merusak isi telur. 4.2. Pengawetan Dengan Penggaraman             
Gambar 2. Pengawetan kering                       Gambar 3. Pengawetan basah Pembuatan telur asin dengan media basah (cair) setelah dilakukan pengamatan ternyata peran garam dalam pengawetan lebih asin karena terjadinya penetrasi melalui kerabang telur yang tipis sehingga garam mudah masuk kedalam sehingga mudah terjadi penetrasi. Pengamatan selama ± 8 hari memberikan hasil yang cukup memuaskan karena setelah dimasak rasa asin pada telur yang telah diasinkan terasa asin.Menurut Marhijanto (1996) menyatakan bahwa nilai gizi telur dapat dipertahankan dalam waktu relatife lama, syarat-syarat telur yang akan diasinkan adalah telur masih segar dan baru, telur sudah dibersihkan dari kotoran, kulit telur masih utuh tidak retak, sebelum diasinkan telur harus diamplas untuk mempermudah proses pengasinan. Tabel 2. Pengawetan dengan penggaraman
Penggaraman
Unit telur
Bobot awal (gr)
Bobot akhir (gr)
Volume
Basah
1
64,4
62
370-300
2
67,8
71
375-300
3
69,0
68
370-300
Kering
1
71,5
72
375-300
2
72,3
73
380-300
3
66,3
67
365-300
 Dari data yang didapat penggaraman mengubah bobot telur ada yang makin bertambah dan ada juga yang makin berkurag hal ini disebabkan adanya tekanan udara disaat teur daiwetkan dan meresapnya garam yang dibalurkan pada telur.dalam praktikum ini juga didapat hasil lain dari segi citarasa dan berikut hasilnya pada table.       
Gambar 4. Pengawetan kering           Gambar 5. Pengawetan basah  Table 3. pengamatan citarasa
Penggaraman
Nilai Hidrolik
Bau
Warna
Tekstur
Rasa
Alb
yolk
Alb
Yolk
Alb
yolk
Alb
Yolk
Basah
Sgt suka
V
V
V
V
V
V
V
Suka
V
Nertral

 tdk suka
Sgt tdk suka
Kering
Sgt suka
Suka
V
V
V
V
V
V
Netral
V
tdk suka
V
Sgt tdk suka
             Dari hasil praktikum pengawetan dengan penggaraman, baik dengan cara basah maupun cara kering, kita juga dapat memperoleh citra rasa yang berbeda. Hal ini di sebabkan karena perlakuan yang di berikan juga berbeda. Telur yang di asinkan dengan penggaraman basah ternyata lebih di sukai dari pada telur yang di asinkan dengan cara kering. Dalam praktikum ini garam sangat berperan untuk proses pengasinan, Hal ini sesuai dengan pendapat Desrosier, WN (1988). Yang menyatakan bahwa telur asin merupakan salah satu produk olahan yang proses pembuatannya adalah penggaraman. 4.3. Curing 
Gambar 6. Curing
 Dari praktikum yang dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut :Tabel 4. curing
Perlakuan daging
Perubahan warna pada hari ke
1
2
3
4
5
6
Tanpa nitarat

Diberi nitrat
Merah

kecoklatan
Merah muda

Kecokltan
Merah muda

Agak kehitaman
Merah muda

Hitam
Merah muda

Hitam
Merah muda

Hitam
 Pada metode curing ini mikroba dapat dikontrol sehingga kerusakan pada pangan dapat ditekan dengan mencegah pertumbuhan mikroba maka kerusakan pada bahan pangan dapat dikurangi. Hal ini sependapat dengan Syarif (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya prinsip dari pengawetan bahan pangan dengan bahan kimia yaitu mencegah pertumbuhan mikroba, menghentikan proses-proses pembusukan oleh mikroba pada bahan pangan. 4.4. Pengawetan dengan Fermentasi
Gambar 7. Fermentasi susu Tabel 5.  hasil pengawetan dengan fermentasi
Pengamatan
Perlakuan
YK I
YK II
YK III
Warna
Krem
Krem
Krem menggumpal
Aroma
Asam
Agak sedikit bau
Asam
Kekentalan
Kental
Kental
Kental
Rasa
Hambar
Agak hambar
Sedikit asam
 Dalam metode fermentasi ini bakteri yang sering digunakan yaitu bakteri Lactobacillus Sp. Bakteri ini mempunyai peran yang menguntungkan bagi pencernaan. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Yuanta (2001) mengatakan bahwa protein yang sering digunakan dalam fermentasi bahan pangan terutama susu antara lain lactobacillus, yang digunakan dalam pembuatan yakult. Dipilihnya laktobacillus ini dikarenakan bakteri tersebut bakteri yang baik karena dapat menekan bakteri patogen dalam saluran pencernaan.                                  
4.5  Pengawetan Dengan Pengemasan4.5.1 Pengemasan Dengan PendinginanTable 5. hasil pengemasan pendinginan
Pengamatan
Daging
Pengamatan pada hari ke
1
2
3
4
5
Warna
I
Merah pucat
Merah pucat
Merah pucat
Merah pucat
Coklat pucat
II
Merah tua
Merah tua
Merah tua
Merah hitam
kehitaman
Tekstur
I
Halus
Halus
Halus
Halus
Halus
II
Kasar
Kasar
Kasar
Kasar
Kasar
Konsistensi
I
Halus
Halus
Halus
Halus
Halus
II
Kasar
Kasar
Kasar
Kasar
Kasar
Kadar Air
I
Berair
Berair
Berair
Berair
Banyak air
II
Agak berair
Kering
Kering
Kering
Kering
 Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat dilihat dan diketahui bahwa daging I yang dimasukan dalam kemasan berupa kantong plastik poli etilen memiliki warna yang pucat tidak seperti daging segar yang berwarna merah tua dengan terstur dan konsistensi halus serta mengandung banyak air sedangkan pada daging II yang dibiarkan terbuka dalam refrigerator memiliki warna merah agak kehitaman, tekstur dan konsistensinya kasar serta dengan kadar airnya kering. Hal ini berarti terjadi perubahan warna, tekstur, konsistensi dan kadar air dari kedua perlakuan tersebut. Perubahan warna yang terjadi karena adanya metmioglobin dan sangat berhubungan dengan pH. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie, RA (1995) yang menyatakan bahwa pH akhir yang tinggi mengubah sifat-sifat penyerapan mioglobin, permukaan daging menjadi lebih merah gelap. Metmioglobin adalah pigmen-pigmen yang tidak disukai dan paling sering terjadi terjadi di permukaan daging, warna kulitnya akan terlihat bisa lebih kurang 60% mioglobin sudah dalam bentuk metmioglobin. 
Gambar 8. Pengawetan pengemasan Bila pH daging tinggi maka aktifitas enzim-enzim sitokrom akan lebih besar. Selanjutnya, berhubung protein-protein urta daging cukup jauh diatas isoelektrik-point-nya, maka banyak air dalam urat daging masih berasosiasi dengan protein tersebut dan serat-serat akan secar kuat dibungkus bersama sehingga merupakan halangan untuk proses difusi. Sebagai akibat dari dua faktor ini lapisan oksimioglobin yang merah cerah secara perlahan menjadi sedikit dan terlihat tidak menyenangkan. Daging demikian terlihat gelap karena permukaannya sebegitu jauh tidak akan menyebar cahaya seperti halnya dengan permukaan daging yang lebih terbuka.Banyak sedikitnya kadar air tergantung dari lamanya penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie, AR (1995) yang menyatakan bahwa Memperpanjang waktu penyimpanan atau disimpan dalam jangka waktu pendek/sebentar pada suhu tinggi, akan menyebabkan permukaan daging mengering dengan demikian meningkatkan konsentrasi garam dan pembentukan metmioglobin. 4.5.2. Pengemasan Pada Produk Ternak
                        Gambar 9. Pengemasan produk ternak tabel 6. Hasil pegemasan produk ternak( suhu normal)
Pengamatan
Waktu (jam)
Bentuk penyimpanan
Hari ke
1
2
Warna
8
Terbuka
Putih kental
Kuning
Tertutup
Putih kental
Kuning
16
Terbuka
Kuning
Kuning
Tertutup
Kuning
Kuning
24
Terbuka
Kuning
Kuning
Tertutup
Kuning
Kuning
Bau
8
Terbuka
Bau susu
Tidak bau
Tertutup
Bau susu
Basi
16
Terbuka
Bau susu
Tidak bau
Tertutup
Bau susu
Basi
24
Terbuka
Bau susu
Tidak bau
Tertutup
Bau susu
Basi
Tekstur
8
Terbuka
Mengental
Halus
Tertutup
Mengental
Kasar
16
Terbuka
Mengental pecah
Halus
Tertutup
Mengental pecah
Kasar
24
Terbuka
Halus
Halus
Tertutup
Kasar
Kasar
Konsistensi
8
Terbuka
Bagus
Sedikit
Tertutup
Banyak
Banyak
16
Terbuka
Sedikit
Sedikit
Tertutup
Banyak
Banyak
24
Terbuka
Sedikit
Sedikit
Tertutup
Banyak
Banyak
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, susu pasteurisasi yang diletakkan pada suhu kamar memiliki warna kuning, yang tertutup bau basi sedangkan yang terbuka tidak bau, tekstur yang tertutup kasar dan yang terbuka halus dan konsistensi yang tertutup banyak/kasar dan yang trebuka sedikit/halus. Pada kedua perlakuan tersebut bila dilihat, keduanya terdapat gumpalan seperti busa yang terapung sehingga tampak cairan putih/agak bening dibagian bawahnya. Tabel 7. Pengemasan produk ternak Suhu Rendah (Refrigerator)
Pengamatan
Waktu (jam)
Bentuk penyimpanan
Hari ke
1
2
Warna
8
Terbuka
Putih kental
Putih
Tertutup
Putih kental
Putih
16
Terbuka
Putih
Putih
Tertutup
Putih
Putih
24
Terbuka
Putih
Putih
Tertutup
Putih
Putih
Bau
8
Terbuka
Susu
Biasa
Tertutup
Susu
Susu
16
Terbuka
Susu
Biasa
Tertutup
Susu
Susu
24
Terbuka
Biasa
Biasa
Tertutup
Susu
Susu
Tekstur
8
Terbuka
Mengental
Mengental
Tertutup
Mengental
Mengental
16
Terbuka
Mengental
Mengental
Tertutup
Mengental
Mengental
24
Terbuka
Mengental sedikit pecah
Mengental pecah
Tertutup
Sedikit pecah
Mengental pecah
Konsistensi
8
Terbuka
Banyak
Banyak
Tertutup
Sedikit
Sedikit
16
Terbuka
Banyak
Banyak
Tertutup
Sedikit
Sedikit
24
Terbuka
Banyak
Banyak
Tertutup
Sedikit
Sedikit
 Pada susu pasteurisasi yang diletakan di suhu rendah/refrigerator untuk yang tertutup memiliki bau susu, berwarna putih, tekstur mengental pecah dan konsistensinya sedikit. Sedangkan yang terbuka berwarna putih, tidak begitu bau, tekstur mengental pecah dan konsistensinya banyak. Dari hal ini dapat dilihat jelas perbedaan, bahwa suhu mempengaruhi keadaan produk/susu pasteurisasi. Pasteurisasi sebagai upaya memperpanjang masa simpan pangan dengan mempergunakan panas untuk mengurangi organisme perusak yang terdapat dalam bahan. Pada umumnya susu pasteurisasi lebih disukai dan digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Gaman, MP (1992) yang menyatakan bahwa proses HTST (High Temperature Short Time) pada susu, dipanaskan pada 71,7°C (161°F) untuk paling sedikit 15 detik dan didingikan dengan segera sampai suhu 10°C (50°F) lebih disukai. Oleh karenanya lebih sering digunakan karena mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap gizi dan flavour susu. 4.6. Pengawetan dengan Pembekuan
gambar 10. Karkas ayam Dari hasil pengamatan dapat kita ketahui pebedaan dripp antara bagian/irisan karkas yang satu dengan yang lain. Perbedaan dripp ini tergantung dari tebal atau tipisnya irisan karkas. Bahan yang mengalami dripp merupakan bahan yang mengandung protein-protein. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie, AR (1995) yang menyatakan bahwa eksudasi weep atau dripp akan tergantung pada kuantitas cairan yang dibebaskan dari proses yang ada hubungannya dengan protein-protein urat daging. Dalam hal ini pengkerutan kisi-kisi dari filamen-filamen yang tipis dan tebal dan tingkat cairan yang dimungkinkan keluar ke bagian luar. Tabel 8. Pengawetan dengan pembekuan
Irisan/bagian karkas ayam
Temperatur thawing
Boot irisan karkas (gr)
% Dripp
Awal
Akhir
Sayap
Suhu kamar
44,6
45,2
4,506
Refrigerator
47,2
48,9
3,988
Punggung
Suhu kamar
83,9
83,2
10,635
Refrigerator
74,2
73
1,980
Dada
Suhu kamar
72
72,5
4,171
Refrigerator
111,4
110
2,081
Paha
Suhu kamar
109,2
110
2,517
Refrigerator
74,3
75
2,257
    Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada setiap karkas / bagian karkas berbeda antara yang satu dengan yang lainya. Bahkan antara temperatur suhu kamar dan suhu refrigerator juga berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena banyakya kadar air yang terkandung didalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonymous (1996), ytang menyatakan bahwa suatu bahan pangan yang banyak mengandung air yang banyak ataupun sedikit akan mengalami perbedaan berat bahan tersebut.                        Gambar 11. Pengawetan pembekuan
 Antara daging yang disimpan disuhu kamar dan suhu refrigerator juga bebeda dimana pada suhu refrigerator berat drippnya lebih banyak dari pada disuhu kamar. Hal ini terjadi karena dalam suhu kamar bahan akan kering karena adanya penguapan, sedangkan pada suhu refrigerator akan terjadi pembekuan yang dapat menampung air. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (1997), yang menyatakan bahwa pada ruangna terbuka bahan akan mengalami perubahan yang berupa adanya penguaoan yang dapat menyebabkan kekeringn pada bahan tersebut.
 4.7.  Pengawetan dengan pengeringan

Gambar 12. Dendeng basah          Hilangnya air dalam dendeng atau bahan makanan lain yang di keringkan akan menyebabkan bahan makanan tersebut mempunyai daya simpan yang lebih lama, sehingga dapat di gunakan pada waktu yang akan datang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Repandi (2003) yang menyatakan bahwa bahan makanan yang di keringkan mempunyai daya simpan yang lebih lama, karena air yang di dalam suatu bahan makanan dapat menjadi media pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan jika kandungan air rendah maka aktifitas Mo akan terhambat,   pertumbuhan dan perkembangannya akan terhenti  sehingga Mo tersebut tidak dapat merusak bahan makanan yang sudah di keringkan.
         Air yang terdapat dalam bahan makanan dapat menyebabkan kerusakan pada bahan makanan, di sebabkan karena proses perkembangbiakan mo, berkembang biaknya Mo di pengaruhi oleh aktifitas air (AW). AW merupakan jumlah air bebas yang terdapat di dalam bahan makanan yang dapat di gunakan oleh Mo untuk pertumbuhanya. Jika AW di perkecil atau di hilangkan maka bahan makanan tersebut akan lebih awet dan mempunyai daya simpan yang lebih lama, AW dapat di dengan cara pemanasan atau pengeringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lawrie(1995), yang menyatakan bahwa pengeringan suatu bahan makanan dengan suhu yang tinggi dan waktu pengeringan yang lama dapat menutunkan aktifitas air (AW).
         Pengeringan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang lama dapat menghilangkan kadar air di dalam bahan makanan, pengeringan dapat di lakukan dengan cara memasukkan ke dalam oven atau menggunakan sinar matahari. Cepat atau lambatnya pengeringan dapat di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu kandungan air dalam bahan makanan, ketebalan atau ruas permukaan, dan tempelatur yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan  Purnomo (1999) yang menyatakan bahwa pengeringan dapat di percepat dengan tempelatur yang tinggi dan memperkecil luas permukaan atau menipiskan bahan yang akan di keringkan.
 Tabel 9. Pengawetan Dengan Pengeringan
Perlakuan
Pengeringan
Kode
Sampel
Berat (gram)
Kadar
Air (%)
W
W1
W2
Suhu 60o C selama 36 jam
1
14,729
14,831
14,765
183,333
2
14,532
14,580
14,533
4700
3
14,950
15,000
14,969
163,158
Rataan
1682,164
Suhu 40o C selama 70 jam
1         
11,835
11,894
11,881
28,261
2
11,460
11,546
11,533
17,808
3
11,113
11,231
11,207
25,532
Rataan
23,867
 Setelah daging ayam diolah menjadi dendeng, maka didapat hasil seperti tabel diatas. Untuk mengukur kadar air yang terdapat pada daging ayam olahan yaitu dengan suhu 600C selama 36 jam dan suhu 40oC selama 70 jam. Sesuai dengan pendapat Lawrie (1995) yang menyatakan bahwa proses pengeringan dalam pembuatan dendeng ada dua cara, pengeringan dengan sinar matahari dan pengeringan dengan oven yang dapat dijamin hygienis, mutu, dan kekeringannya. Menurut Rasyaf (1995) pembuatan dendeng ayam merupakan salah satu usaha pengawetan daging. Daging yang dibuat dendeng, bisa diperoleh aroma lain dan dendeng yang baik dapat disimpan sampai 60 hari.
Gambar 13. Dendeng yang sudah kering Dari diatas dapat dilihat bahwa pengeringan dendeng dengan menggunakan suhu 600C selama 36 jam kadar airnya lebih banyak dibandingkan dengan kadar air pada pengeringan suhu 40oC selama 70 jam. Hal ini bisa saja karena sampel untuk pengeringan suhu 60oC lebih berat dan lebih tebal dibandingkan dengan sampel untuk pengeringan suhu 40oC, sehingga kandungan air pada sampel untuk pengeringan suhu 60oC lebih banyak dan lebih lama keringnya dibandingkan dengan sampel suhu 40oC. Dua macam metode pengeringan ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan kadar air dari masing-masing perlakuan. Menurut Rasyaf (1996) untuk mempengaruhi tingkat kadar air yang perlu dikeluarkan oleh arus udara panas ( yang digunakan dalam proses ), maka perlu untuk mempunyai rasio permukaan : volume yang tinggi dalam daging, oleh karena itu digunakan daging yang sudah dipotong-potong halus.Pembuatan dendeng ini bertujuan untuk memperpanjang masa simpan pangan ( mengontrol kadar air ) yang didalam prosesnya telah ditambahkan garam. Garam ini bertujuan untuk mengurangi kadar air pangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1997) bahwa salah satu metoda pengawetan pangan yaitu dengan cara menambahkan garam ke berbagai macam makanan. Pengasapan dan pengeringan juga telah dilakukan secara luas dalam kombinasinya dengan garam, terutama untuk produk daging dan ikan. Menurut Buckle (1995) penambahan garam dalam bahan pangan mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh racun. 4.8. penentuan kadar air dengan infrared digital moisture balance
Gambar 13. Alat infrared moisture balance             Dari data yang kami dapat pada praktikum perhitungan kadar air pada daging, dagimg yang semula beratnya 1,6 gram menyusut enjadi 0,8 gram. Dan kandungan air yang terkandung pada daging sebesar 40,4% . ketentuan mutu daging yang baik menurut standar nasional Indonesia (SNI) adalah 60,6 % hal ini mendakan daging yang kami ukur masih dalam keadaan yang baik dan layak konsumsi.                
                     V. PENUTUP5.1. KesimpulanDari hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa bahan pangan berupa hasil ternak baik itu susu, daging maupun telur perlu diperhatikan dalam pengolahannya, pengawetannya maupun dalam penyimpanannya sebab akan mempengaruhi kualitas dari bahan pangan tersebut.Berbagai macam jenis pengawetan yang dapat dilakukan pada berbagi jenis produk yang bertujuan untuk memperpanjang umur/masa simpan, dapat meningkatkan nilai daya guna, memperluas jangkauan pemasaran yang berkaitan dengan kendala wilayah dan waktu, dan dapat meningkatkan keanekaragaman pangan hasil ternak. Yang melibatkan panas, sehingga produk akan mengalami beberapa perubahan atau berbeda sifatnya dengan asalnya. 5.2. SaranSaran yang diharapakan untuk kedepannya, terutama bagi para mahasiswa/I atau praktikaan dalam pelaksaan pratikum atau selama melakukan penelitian terhadap berbagai jenis produk hasil ternak yang akan diamti untuk lebih ditingkatkan lagi keseriusan dalam pelaksanaan partikum, agar mendapatkan hasil yang sempurna pula.          DAFTAR PUSTAKAAntonius Riyanto.2001. Kandungan Energi Dalam Telur. Penerbit Erlangga, Jakarta.Anonymous.1996. Hasil-hasil Olahan Dari Ternak. Penerbit Agritech, Yogyakarta.
Bambang, S .1997. Pengawetan Bahan Pangan Hasil Ternak. PT Mutiara Sumber Widya Penabur Benih Kecerdasan.
Buckle.1995. Penambahan Garam Mempengaruhi Aktivitas Air Dalam Pangan. Penerbit. GITA. PT Gallus Indonesia Utama.
Desrosier M.W.1997. Technology, Elements Of Technology. The Avi Publishing Company. Inc Westport Connecticut.Frazier W and DC Westhoff.1976. Food Microbiology. Third Edition MC Graw Hill Book Co, New York.Hamid, A.1975. Pit dan Pembususkan Daging. Fesis Fkit. IPB, Bogor.Handiwiyoto, Soeswodo.1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty ,Yogyakarta.Haryoto.1996. Evaluasi Kerusakan-kerusakan Pada Telur Unggas. Penerbit Liberty ,Yogyakarta.Lawrie .1997. Berbagi Tehnik Dalam Proses Pengeringan Bahan Pangan. Penerbit PT Gremedia Jakarta.
Marhijanto.1996. Kamus Poultry dan Pengawetannya. Penerbit ITB, Bandung.Muctadi, P.1987. Studies On, and Indonesia Traditional Product. Nutrien and Effect by Biology. Forum Pascasarjana 2(10) : 1-10. Fakultas Peternakan Unibraw, Malang.Murtidjo .1997. Tehnik Dalam Penambahan Garam Dalam Proses Pengawetan. Penerbit. Universitas Indonesia Press.
Rasyaf Muh.1963. Egg Quality Current Problems and Evaluation Of Egg Quality. Penerbit Fakultas Peternakan Unibraw, Malang.Rammanof. 1963. Mendeteksi Ketahahan Kualitas Telur saat Pengawetan. Penerbit Fakultas Peternakan Brawijaya, Malang.Robert.1989. Evaluasi Gizi dan Kerusakan Bahan Pangan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.Soeparno.1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University ,Yogyakarta.
Wianrno.1982. Pencegahan Kerusakan Bahan Pangan. Pustaka Media, Yoyakarta.Winarno F,G.1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia : Jakarta 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia : Jakarta.Wianrno F,G. S Fardias dan D Fardias.1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia : Jakarta.